Senin, 30 September 2013

FILSAFAT FARMASI


Filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan terus melahirkan ilmu-ilmu baru. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan kajian tentang hakekat, dengan mencari keseragaman daripada keanekaragaman ilmu pengetahuan. filsafat mencoba meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahun, terutama dalam pemanfaatannya.



http://nellyagustinn.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
Farmasi lahir sebagai sebuah ilmu pengetahuan baru pada sekitar tahun 1240, yang ditandai dengan dipisahkannya farmasi dari ilmu kedokteran. Adalah Raja Frederick II dari Roma yang pertamakali memisahkan ilmu Farmasi dari dunia kedokteran dengan undang-undan kenegaraan. Namun demikian, secara historys farmasi telah ada jauh sebelum Masehi dalam konteks pengobatan. Diera globalisasi, farmasi terus berkembang ditengah ilmu pengetahuan yang semakin plural.
        Farmasi hadir sebagai  ilmu pengetahuan terus mengalami kemajuan dari teoritis hingga praktis. farmasi merupakan seni meracik obat guna untuk pengobatan dan pencegahan penyakit. farmasi terus mengalami pergeserakan makna seiring dengan perkembangan IPTEK. Untuk itu, perlu kemudian rekontruksi nilai sehingga ilmu farmasi senantiasa mendapatkan pencerahan sesuai tujuan awal dan terus mengikuti perkembangan.
         Untuk memahami ilmu Farmasi, maka farmasi perlu dikaji secara filsafat. Filsafat Farmasi dikaji dari tiga aspek utama, yaitu ontologi, epistemologi dan aksilogi. kajian ontologis membahas tentang eksistenti (keberadaan) dan esensi (keberartian) farmasi. epistemologi mengkaji tentang metode pembuktian dan pembelajaran farmasi. sedangkan secara aksiologi, farmasi dikaji berdasarkan asas manfaat sebagi sebuah ilmu pengetahuan.

KAJIAN ONTOLOGI
      Ontologi berasal dari bahasa Yunani, ontos= ada dan logos=ilmu. Dengan demikian ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. kajian ontologi mencakup wilayah objek kajian dan hakekatnya. dengan demikian, objek kajiannya adalah farmasi itu sendiri dan hakekat dari farmasi itu adalah ilmu, sehingga lahirlah imu farmasi. selanjutnya kita akan mengkaji tentang objek farmasi yaitu obat dan hakikat obat itu adalah bahan, maka lahirlah bahan obat.

KAJIAN EPISTEMOLOGI
      Epistemologi berasal dari bahasa yunani, epites= cara dan logos=ilmu. dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang cara. kajian epistemologi mencakup tentang metode dan prosedur.
metode ilmu farmasi adalah pengobatan dan prosedurnya adalah mengobati. lebih lanjut kita akan mengkaji tentang cara pengobatan dan mengobati, cara menggunakan dan mengeloah obat. Kesmua itu akan bermuara pada pengembangan ilmu farmasi itu sendiri secara teoritis dan praktis.


KAJIAN AKSIOLOGI
    Aksiologi berasal dari bahasa yunani, axios= nilai dan logos=ilmu. dengan demikian aksiologi dapat diartikan sebagi ilmu tentang nilai. kajian aksiologi mencakup tentang manfaat dan kegunaan. kajian aksiologi farmasi adalah untuk kesehatan hidup manusia. selanjutnya kesehatan itu digunakan untuk mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan seorang manusia.
Farmasi dari prespektis filsafat adalah sebagi ilmu tentang obat, informasi obat, dan cara mengelolah obat untuk pengobatan. Farmasi sebagai seni meracik dan meramuh obat guna meningkatkan kesehatan hidup manusia. Filasat Farmasi ada sebagai bentuk kajian ilmu pengetahuan. Farmasi lahir untuk menjawab berbagai tantangan kebutuhan hidup manusia. Farmasi sebagai ilmu adalah sesuatu yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Untuk itu, ilmu farmasi harus digunakan sebaik-sebaiknya untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia.
Filsafat meletakkan dasar-dasar suatu pengetahuan juga alat dan metode berpikir karena ilmu.
·    Ciri-ciri Berpikir Filsafat 
Orang yang berpikir filsafat paling tidak harus mengindahkan ciri-ciri berpikir sebagai berikut:
1. Berpikir filsafat Radikal. Yaitu berpikir sampai keakar-akarnya, sampai pada hakekat atau sustansi, esensi yang dipikirkan. Sifat filsafat adalah radikal atau mendasar, bukan sekedar mengetahui mengapa sesuatu menjadi demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa maknanya.
2. Berpikir filsafat Universal. Yaitu berpikir kefilsafatan sebagaimana pengalaman umumnya.
Misalnya melakukan penalaran dengan menggunakan rasio atau empirisnya, bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang yang dapat memperoleh kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di dunia ini. Hanya orang tertentu saja.
3. Berpikir filsafat Konseptual. Yaitu dapat berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari manusia, sehingga menghasilkan pemikiran baru yang terkonsep.
4. Berpikir filsafat Koheren dan Konsisten. Yaitu berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya saling kait-mait antara satu konsep dengan konsep lainnya.
5. Berpikir filsafat Sistematis. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan antara satu konsep dengan konsep yang lain memiliki keterkaitan berdasarkan azas keteraturan untuk mengarah suatu tujuan tertentu.
 6. Berpikir filsafat Komprehensif. Yaitu dalam berpikir filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara menyeluruh sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang tersisa ataupun yang berada diluarnya.
7. Berpikir filsafat Bebas. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan tidak ditentukan, dipengaruhi, atau intervensi oleh pengalaman sejarah ataupun pemikiran-pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai kehidupan social budaya, adat istiadat, maupun religious.
8. Berpikir filsafat Bertanggungjawab. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan harus bertanggungjawab terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.
·    Penalaran
1. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Ciri-ciri Penalaran
1.    Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berpikir logis).
2.    Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
Cara berpikir masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Analitik dan Non analitik. Sedangkan jika ditinjau dari hakekat usahanya, dapat dibedakan menjadi : Usaha aktif manusia dan apa yang diberikan.
Penalaran Ilmiah sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1.    Deduktif yang berujung pada rasionalisme
2.    Induktif yang berujung pada empirisme
·    Logika
Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu LOGOS yang berarti ilmu. Logika pada dasarnya filsafat berpikir. Berpikir berarti melakukan suatu tindakan yang memiliki suatu tujuan. Jadi pengertian Logika adalah ilmu berpikir / cara berpikir dengan berbagai tindakan yang memiliki tujuan tertentu.
1.    Logika induksi : Cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
2.    Logika deduktif : Cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
·    Teori Kebenaran
1.    Teori kebenaran Korespondensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan obyek atau kenyataan yang diketahui. Contoh: Gigi berada didalam mulut, tidak dikaki.
2.    Teori kebenaran Koherensi. Yaitu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai hubungan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dan dinyatakan pula bernilai benar.
3.    Teori kebenaran Pragmatis. Yaitu pengetahuan bernilai benar apabila pengetahuan itu dinyatakan dapat dipergunakan dalam kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini kebenaran pragmatis tidak mempermasalahkan pentingnya hakikat kebenaran, tetapi yang lebih diutamakan adalah tentang berguna atau tidaknya suatu pengetahuan itu.Contoh: Pena dianggap benar bila dapat digunakan untuk menulis.
4.    Teori kebenaran Sintaksis. Yaitu pengetahuan atau pernyataan dapat bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu tersusun sedemikian rupa sesuai dengan aturan tata bahasa yang berlaku. Contoh: adanya perbedaan makna antara kalimat ‘seorang dokter mengoperasi pasien di ruang operasi’ dan ‘seorang dokter mengoperasi, pasien di ruang operasi’. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan susunan kalimat.
5.    Teori kebenaran Semantis. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki arti dengan menunjukkan makna yang sesungguhnya berdasarkan kenyataan atau hal yang diacu. Contoh: meja tulis, meja makan, meja computer, dsb. 
6.    Teori kebenaran Non-Deskripsi. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakannya.Contoh: Petani menanam jagung (tapi sebenarnya yang ditanam adalah bibit jagung, untuk diharapkan menjadi jagung nantinya). 
7.    Teori kebenaran Logis yang berlebihan. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan sudah bernilai benar dengan sendirinya. Contoh: Lingkaran adalah bulat, maju ke depan, mundur ke belakang, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar